Sabtu, 14 September 2019

LAPORAN MK. METODE PENELITIAN SOSIAL


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Kelurahan Talia pada awalnya hanya merupakan suatu lingkungan di Desa Talia. Seiring dengan perkembangan wilayah, maka pada tahun 1955 lingkungan Talia resmi menjadi Desa Talia. Semenjak tahun 1981 status Desa resmi menjadi Kelurahan. Hal ini disebabkan kerja keras pemerintah dan masyarakat dari tahun ke tahun yang semakin membenahi dirinya dan bertambahnya jumlah penduduk di Desa Talia, sehingga berdasarkan permohonan dan kehendak rakyat Talia terwujud menjadi satu Kelurahan dalam kota administratif Kendari yakni Kelurahan Talia.
Penamaan Kelurahan ini diambil dari kata Tetalia yang berarti lewatan atau sebrangan. Hal ini sejalan dengan kondisi geografis daerahnya yang penuh dengan lembah, laut dan bebatuan sehingga tak jarang pengunjung yang datang di kelurahan ini merasakan betapa susahnya untuk menjangkau daerah ini. Tapi sekarang tidak lagi, seiring dengan era pengembangan dan pembangunan di kawasan kota kendari, maka kelurahan Talia pun ikut berpartisipasi. Tentunya kerjasama antara elemen masyarakat setempat dan pemerintah kelurahan yang begitu falid, ditambah perhatian dari pemerintah kota sehingga banyak program-program bantuan dan perbaikan infrastruktur jalan. Akhirnya kelurahan ini tidak terisolir lagi.
Kelurahan Talia merupakan salah satu kelurahan yang terletak dalam wilayah Kecamatan Abeli, dengan luas wilayah kurang lebih 275 Ha. Yang secara geografis terletak di pesisir laut dengan jarak kurang lebih 3 Km dari Kecamatan Abeli, sedangkan dari ibu kota Kendari kurang lebih 18 Km.
Secara administratif, Kelurahan Talia memiliki batas wilayah sebagai berikut :
·         Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Kendari
·         Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Anggalomelai
·         Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Poasia
·         Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Petoaha
Penduduk Kelurahan talia terdiri atas suku Bugis, Bajo, Tolaki dan Jawa dengan mengguanakan bahasa daerah dan Bahasa Indonesia. Meskipun demikian, dalam pergaulan sehari-hari mereka tetap akrab tanpa memandang dari mana asal sukunya. Jumlah penduduknya sebesar 2.427 jiwa dengan persentase 680 jiwa laki-laki dan perempuan 747 jiwa, dengan 351 KK.
B. Rumusan Masalah
1.    Bagaimana profil rumah tangga nelayan kelurahan talia ?
2.    Bagaimana struktur nafkah rumah tangga nelayan kelurahan talia ?
3.    Bagaimana pengeluaran rumah tangga nelayan kelurahan talia ?
C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui profil rumah tangga nelayan kelurahan talia ?
2.      Untuk mengetahui struktur nafkah rumah tangga nelayan kelurahan talia ?
3.      Untuk mengetahui pengeluaran rumah tangga nelayan kelurahan talia ?


















BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

A.           Definisi Nelayan
Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut (Wikipedia, 2017).
Nelayan  adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (UU NO.45/2009 - Perikanan). Orang yang melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam perahu atau kapal motor, mengangkut ikan dari perahu atau kapal motor, tidak dikategorikan sebagai nelayan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002)
Menurut Imron dalam Sugianto (2017) Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.
Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 Tentang Revisi Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 1 angka 10 mendefinisikan Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Sedangkan nelayan kecil (pasal 1 angka 11 UU No. 45 Tahun 2009, menyebutkan bahwa nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan paling besar berukuran 5GT (gross ton).
Yustiati (2012) mendefinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi menangkap ikan (binatang air lainnya, tanaman air). Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, menyangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu/kapal tidak dikategorikan sebagai nelayan, walaupun mereka tidak secara langsung melakukan penangkapan.
Secara geografis masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut (Fanesa 2014). Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Anna 2012).
B.            Klasifikasi Jenis Nelayan
1.        Klasifikasi Nelayan Menurut Statistik Perikanan KKP:
Ø Nelayan penuh: nelayan tipe ini hanya memiliki satu mata pencaharian, yaitu sebagai nelayan. Hanya menggantungkan hidupnya dengan profesi kerjanya sebagai nelayan dan tidak memiliki pekerjaan dan keaahllian selain menjadi seorang nelayan.
Ø Nelayan sambilan utama: nelayan tipe ini mereka menjadikan nelayan sebagai profesi utama tetapi memiliki pekerjaan lainnya untuk tambahan penghasilan. Apabila sebagian besar pendapatan seseorang berasal dari kegiatan penangkapan ikan ia disebut sebagai nelayan. (mubyarto, 2002:18).
Ø Nelayan sambilan tambahan: nelayan tipe ini biasanya memiliki pekerjaan lain sebagai sumber penghasilan, sedangkan pekerjaan sebagai nelayan hanya untuk tambahan penghasilan.
2.        Klasifikasi Kelompok Nelayan Berdasar Kepemilikan Sarana Penangkapan Ikan (UU Bagi Hasil Perikanan):
Ø Nelayan penggarap: nelayan penggarap adalah orang yang sebagai kesatuan menyediakan tenaganya turut serta dalam usaha penangkapan ikan laut, bekerja dengan sarana penangkapan ikan milik orang lain.
Ø Juragan/pemilik: orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa/memiliki atas sesuatu kapal/perahu dan alat-alat penangkapan ikan yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan, yang dioperasikan oleh orang lain. Jika pemilik tidak melaut maka disebut juragan/pengusaha. Jika pemilik sekaligus bekerja melaut menangkap ikan maka dapat disebut sebagai nelayan yang sekaligus pemilik kapal.


3.        Klasifikasi Nelayan Berdasar Kelompok Kerja
Ø Nelayan perorangan: nelayan yang memiliki peralatan tangkap ikan sendiri, dalam pengoprasiannya tidak melibatkan orang lain.
Ø Nelayan kelompok usaha bersama (KUB): adalah gabungan dari minimal 10 (sepuluh) orang nelayan yang kegiatan usahanya terorganisir tergabung dalam kelompok usaha bersama non-badan hukum.
Ø Nelayan perusahaan: adalah nelayan pekerja atau pelaut perikanan yang terikat dengan perjanjian kerja laut (PKL) dengan badan usaha perikanan.
4.        Klasifikasi Nelayan Berdasar Jenis Perairan
Ø Nelayan laut adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan laut.
a)      Nelayan pantai (teritory fishers) adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan laut teritorial.
b)      Nelayan lepas pantai (zee fishers) adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan laut lepas pantai (zee)
c)      Nelayan laut lepas (high seas fishers) adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan laut lepas(high seas)
Ø Nelayan perairan umum pedalaman (PUD) adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan umum pedalaman (PUD)
5.        Klasifikasi Nelayan Berdasar UU Perikanan
Ø Nelayan: nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. (sumber: pasal 1 angka 10 uu nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan).
Ø Nelayan kecil: nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (gt) (sumber: pasal 1 angka 11 uu nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan).
6.        Klasifikasi Nelayan Berdasar Mata Pencaharian
Ø Nelayan subsisten (subsistence fishers): adalah nelayan yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Ø Nelayan asli (native/indigenous/aboriginal fishers): adalah nelayan yang sedikit banyak memiliki karakter yang sama dengan kelompok pertama, namun memiliki juga hak untuk melakukan aktivitas secara komersial walaupun dalam skala yang sangat kecil.
Ø Nelayan komersial (commercial fishers): adalah nelayan yang menangkap ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor.
Ø Nelayan rekreasi (recreational/sport fishers): adalah orang-orang yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan ikan hanya sekedar untuk kesenangan atau berolahraga (Widodo, 2006).
7.        Klasifikasi Nelayan Berdasar Teknologi
Ø Nelayan tradisional: nelayan tradisional mengunakan teknologi penangkapan yang sederhana, umumnya peralatan penangkapan ikan dioperasikan secara manual dengan tenaga manusia. Kemampuan jelajah operasional terbatas pada perairan pantai.
Ø Nelayan modern: nelayan modern mengunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional. Ukuran modernitas bukan semata-mata karena pengunaan motor untuk mengerakkan perahu, melainkan juga besar kecilnya motor yang digunakan serta tingkat eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan. Perbedaan modernitas teknologi alat tangkap juga akan berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional mereka (Imron, 2003).
8.        Klasifikasi Nelayan Berdasar Mobilitas
Ø Nelayan lokal: nelayan yang beroperasi menangkap ikan sesuai perairan wpp dalam ijin yang dikeluarkan oleh otoritas pemerintah daerah setempat.
Ø Nelayan andon: nelayan dengan kapal berukuran maksimal 30 (tiga puluh) gross tonage yang beroperasi menangkap ikan mengikuti ruaya kembara ikan di perairan otoritas teritorial dengan legalitas ijin antar pemerintah daerah.
9.    Klasifikasi Nelayan Berdasar Status Kewarganegaraan
Ø Nelayan Indonesia: nelayan yang berasal dari kewarganegaraan indonesia yang terdaftar dalam database nasional dan memiliki identitas kartu nelayan indonesia (kni).
Ø Nelayan asing: nelayan yang berasal dari kewarganegaraan negara lain yang terdaftar dalam database nasional indonesia dan memiliki identitas kartu nelayan asing (kna) di indonesia.
10.    Klasifikasi Nelayan Berdasar Daftar Identitas
Ø Nelayan beridentitas: nelayan yang terdaftar dalam database nasional indonesia dan memiliki identitas kartu nelayan indonesia.
Ø Nelayan tanpa identitas: nelayan yang tidak terdaftar dalam database nasional indonesia dan tidak memiliki identitas kartu nelayan indonesia.
11.    Klasifikasi Nelayan Berdasar Gender
Ø Wanita nelayan: adalah istri dari nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (KUB), pihak yang secara langsung terlibat dalam kondisi dari aktivitas penunjang kegiatan produksi ikan nelayan. Wanita nelayan umumnya berperan membantu mendistribusikan hasil laut dari suami atau keluarganya dengan cara mengolah ikan atau menjualnya kepasar.
Ø Taruna (putra-putri) nelayan: adalah putra-putri dari nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (KUB), pihak yang secara tidak langsung menunjang kegiatan produksi penangkapan nelayan. Kegiatan berupa pelestarian lingkungan sumberdaya ikan berupa mangrove, padang lamun, terumbu karang, bersih pantai dan sungai.
C.           Definisi Perikanan Tangkap
Penangkapan Ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yangmenggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya (Risyana, 2015).
Perikanan tangkap, berbeda dengan perikanan budi daya, adalah usaha penangkapan ikan dan organisme air lainnya di alam liar (laut, sungai, danau, dan badan air lainnya). Kehidupan organisme air di alam liar dan faktor-faktornya (biotik dan abiotik) tidak dikendalikan secara sengaja oleh manusia. Perikanan tangkap sebagian besar dilakukan di laut, terutama di sekitar pantai dan landasan kontinen (Wikipedia, 2018).
D.           Klasifikasi Perikanan Tangkap
a.    Klasifikasi Perikanan Tangkap Berdasarkan lokasi:
Ø  Laut:  Perikanan pantai, Perikanan lepas pantai, Perikanan samudera 
Ø  Perairan umum: Danau, waduk, Sungai
b.    Klasifikasi Perikanan Tangkap Berdasarkan habitat:
Ø  Perikanan demersal
Ø  Perikanan pelagis
Ø  Perikanan karang
c.    Klasifikasi Perikanan Tangkap Berdasarkan spesies target :
Ø  Perikanan tuna
Ø  Perikanan cakalang
Ø  Perikanan udang
Ø  dsb
d.   Klasifikasi Perikanan Tangkap Berdasarkan alat tangkap:
Ø  Perikanan purse seine
Ø  Perikanan gillnet
Ø  Perikanan pole and line
Ø  dsb
Perikanan tangkap juga ada di danau dan sungai. Masalah yang mengemuka di dalam perikanan tangkap adalah penangkapan ikan berlebih dan polusi laut. Sejumlah spesies mengalami penurunan populasi dalam jumlah yang signifikan dan berada dalam ancaman punah. Hal ini mengakibatkan jumlah tangkapan ikan di alam liar dapat mengalami penurunan secara umum (Wikipedia, 2018).
Berlawanan dengan perikanan tangkap, perikanan budi daya dioperasikan di daratan menggunakan kolam air atau tangki, dan di badan air yang terpagari sehingga organisme air yang dipelihara tidak lepas ke alam liar. Budi daya perikanan meniru sistem yang terdapat di alam untuk membiakan dan membesarkan ikan. Meski perikanan budi daya terus berkembang, namun sumber ikan utama yang dikonsumsi manusia masih didapatkan dari perikanan tangkap, bahkan sumber protein utama yang didapatkan dari alam liar (Arman, 2011).
Pendapatan nelayan merupakan bagian pendapatan yang diperoleh dari bagi hasil dengan pemilkik kapal. Besar kecilnya pendapatan nelayan ditentukan oleh hasil produksi tangkapan ikan dan trip (Zuriat, 2016).
Menurut Marjono (2017) masyarakat nelayan dapat di bagi menjadi tiga jika dilihat dari segi kepemilikan modal, yaitu:
1        Nelayan juragan, nelayan ini merupakan nelayan pemilik perahu dan alat penangkapan ikan yang mampu mengubah para nelayan pekerja sebagai pembantu dalam usahanya menangkap ikan di laut. Nelayan ini memiliki tanah yang digarap pada musim paceklik. Nelayan juragan ada tiga macam yaitu nelayan juragan laut, nelayan juragan darat yang mengendalikan usahanya dari darat, dan orang yang memiliki perahu, alat penangkap ikan dan uang tetapi bukan nelayan asli yang disebut tauke (toke) atau cakong.
2        Nelayan pekerja, nelayan yang tidak memiliki alat produksi dan modal, tetapi memiliki tenaga yang dijual kepada nelayan juragan untuk membantu menjalankan usaha penangkapan ikan di laut, nelayan ini disebut juga nelayan penggarap atau sawi (awak perahu nelayan). Juragan dalam hal ini berkewajiban menyediakan bahan makanan dan bahan bakar untuk keperluan operasi penangkapan ikan, dan bahan makanan untuk dapur keluarga yang ditinggalkan selama berlayar. Hasil tangkapan di laut dibagi menurut peraturan tertentu berbeda-beda antara juragan yang lainnya setelah dikurangi biaya produksi
3        Nelayan pemilik, merupakan nelayan yang kurang mampu. Nelayan ini hanya mempunyai perahu kecil untuk keperluan dirinya sendiri dan alat penangkapan ikan sederhana, karena itu disebut juganelayan perorangan atau nelayan miskin. Nelayan ini tidak memiliki tanah untuk digarap pada musim paceklik.
Alpharesy (2012) mengatakan komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa-desa pantai atau pesisir. Ciri-ciri komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi sebagai berikut:
1.    Dari segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang segala aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir atau mereka yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian mereka.
2.    Dari segi cara hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat mengatasi keadaan yang menuntuk pengeluaran biaya besar dan pengarahan tenaga kerja yang banyak, seperti saat berlayar, membangun rumah atau tanggul penahan gelombang disekitar pantai.
3.    Dari segi keterampilan, meski pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya memiliki keterampilan yang sederhana. Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang diturunkan oleh orang tua, bukan yang dipelajari secara profesional.
Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa nelayan adalah suatu komunitas yang mana mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan, baik di laut, selat, teluk, danau maupun sungai dengan menggunakan perahu atau kapal dan berburu atau menggunakan perangkap. Mereka umumnya tinggal atau menetap di daerah pesisir pantai dan membentuk suatu komunitas yang disebut dengan komunitas nelayan. Mereka adalah orang-orang yang begitu gigih dan akrab dengan kehidupan di laut yang sifatnya keras.








BAB III
METODE PENELITIAN
A.  Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan di Kelurahan Talia, Kecamatan Abeli, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada Hari Rabu Tanggal 19 Desember 2018 sampai Hari Minggu 23 Desember 2018.
B.  Alat dan Bahan
            Alat  yang digunakan dalam praktikum ini yaitu motor. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kuesioner dan pulpen.

C.      Teknik Pengumpulan Data
Data praktikum diambil dengan menggunakan teknik wawancara. Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara/pengumpul data kepada responden, selanjutnya jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam. Karena memiliki karakterisitik yang relatif sama, maka untuk pengambilan data sampel dari populasi yang ada di Kelurahan Talia diambil 12 orang responden secara acak.
D.  Analisis Data
Pada hasil pengambilan data praktikum, dianalisis menggunakan analisis deskriptif untuk melihat keadaan umum masyarakat nelayan dilihat dari aspek sosial dan aspek ekonomi seperti pendidikan, perumahan, modal usaha, sistem hasil dan pendapatan yang ada di kelurahan Talia, kecamatan Abeli, kota Kendari dan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.      Hasil dan Pembahasan

Pada gambar 1 di atas, dapat diketahui bahwa angka 1 menunjukkan usia belum produktif (<26 tahun), angka 2 menunjukkan usia produktif (26-50 tahun), angka 3 menunjukkan usia tidak produktif (>50 tahun), n menunjukkan banyaknya jumlah responden yang berumur <26 tahun, 26-50 tahun dan >50 tahun, sedangkan % menunjukkan persentase dari banyaknya responden yang berusia belum produktif, produktif dan tidak produktif. Pada diagram di atas pula, dapat dilihat bahwa persentase tertinggi ada pada diagram batang nomor dua yang menunjukkan usia produktif 26-50 tahun dengan persentase terbesar yaitu 75%.
Tabel 4.1 Usia Responden
Usia Responden
N
%
Belum Produktif <26
1
8
Produktif 26-50
9
75
tidak produktif >50
2
17
TOTAL
12
100
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa hasil usia responden terbagi ke dalam tiga bagian yaitu usia belum produktif dengan batasan usia kurang dari 26 tahun, usia produktif dengan batasan usia 26-50 tahun, dan tidak produktif dengan batasan usia 50 tahun ke atas (>50). Pada hasil analisis data keduabelas responden kami, kami menemukan bahwa responden yang belum termasuk dalam kategori usia produktif atau usia dibawah 26 tahun sebanyak satu orang dengan presentase nilai sebesar 8%.  Responden yang berusia produktif (26-50 tahun) sebanyak sembilan orang dengan presentase nilai sebesar 75%, dan responden yang berusia tidak produktif (>50 tahun) sebanyak 2 orang dengan presentase 17%.
Gambar di atas menunjukkan perbandingan jenis kelamin responden beserta persentasenya.  Warna biru menunjukkan jenis kelamin responden laki-laki dan yang berwarna orange kecoklatan menunjukkan jenis kelamin responden perempuan. N menunjukkan jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, % menunjukkan persentase jumlah responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, Pada diagram di atas pula dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak ialah responden laki-laki dengan jumlah 12 orang, persentase sebesar 100%. Dalam hal ini, berdasarkan wawancara yang telah kami lakukan, seluruh responden kami sebanyak 12 orang berjenis kelamin laki-laki.  Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.


Tabel 4.2.
Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
n
%
laki-laki
12
100
Perempuan
0
0
Total
12
100
Berdasarkan gambar di atas, pendidikan responden tersebut terbagi ke dalam 5 tingkatan yaitu, tidak tamat SD (1), tamat SD (2), SD (3), SLTP (4), dan SLTA (5). Dari 12 responden yang telah kami wawancarai, mereka mempunyai latar pendidikan yang berbeda-beda. Pada gambar 3 ini, bisa dilihat bahwa diagram tertinggi terdapat pada tingkatan SLTP dan SLTA dengan jumlah responden yang sama yaitu sebanyak 4 orang.  Hal ini dengan jelas dapat dilihat pada tabel  4.3
Tabel 4.3 Pendidikan Responden
Pendidikan Responden
n
%
Tidak tamat SD (1)
0
0
Tamat SD (2)
1
8
SD (3)
3
25
tamat sltp (4)
4
33
tamat slta (5)
4
33
Total
12
100
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa banyaknya responden yang tidak tamat SD adalah 0 orang dengan persentase 0%, tamat SD sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 8%, SD sebanyak 3 orang dengan persentase 25%, tamat SLTP sebanyak 4 orang dengan persentase sebesar 33%, dan tamat SLTA sebanyak 4 orang dengan persentase sebesar 33% pula. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa reponden dengan pendidikan terakhir SLTP dan SLTA menduduki posisi yang tertinggi dengan jumlah responden yang sama (seri). 
Gambar di atas menjelaskan tentang jumlah tanggungan masing-masing responden. indikator jumlah tanggungan masing-masing responden dapat diketahui dengan melihat beberapa kriteria yang telah ada, yaitu besar dengan jumlah tanggungan lebih dari 5 orang, sedang dengan jumlah tanggungan antara 2-5 orang, dan kecil dengan jumlah tanggungan kurang dari 2 orang. Pada gambar di atas pula, dapat diketahui bahwa diagram tertinggi terletak pada  kriteria tanggungan sedang yaitu antara 2-5 orang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Jumlah Tanggungan Responden
Jumlah Tanggungan
n
%
Besar > 5
0
0
Sedang 2-5
11
92
Kecil<2
1
8
Total
12
100
Berdasarkan tabel di atas, jumlah tanggungan besar (>5 orang) adalah 0 orang, jumlah tanggungan sedang (2-5 orang) diperoleh 11 responden dengan persentase sebesar 92%, sedangkan untuk tanggungan kecil (<2 orang) sebanyak 1 responden, denganpersentase sebesar 8%.  Hal ini menunjukkan, diantara kedua belas responden kami, jumlah tanggungan yang mendominasi adalah tanggungan sedaang yaitu antara 2-5 orang yang menjadi tanggungan dalam sebuah rumah tangga nelayan.

Gambar di atas menunjukkan grafik hasil tangkap pancing ikan dasar pada musim timur. Pada gambar di atas, terdapat angka 1,2, dan 3 yang menunjukkan tinggi atau rendahnya hasil pendapatan nelayan tersebut pada musim timur. Angka 1 menunjukkan pendapatan yang rendah yaitu dibawah Rp 7,631,902, angka 2 menunjukkan pendapatan yang sedang (normal) yaitu antara Rp 7,631,902- Rp 18,465,236, dan angka 3 menunjukkan pendapatan yang tinggi yaitu di atas Rp 18, 465,236. Penjelasan lebih lanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Hasil Tangkap Pancing Ikan Dasar Pada Musim Timur
Hasil tangkap Pancing Ikan dasar  (Rp)
n
%
Rendah  (<7,631,902)
9
75
Sedang (7,631,902-18,465,236)
2
17
Tinggi (> 18,465,236)
1
8
Total
12
100
Berdasarkan tabel di atas, banyaknya nelayan (responden) yang mendapat penghasilan rendah (<7,631,902) pada musim timur ini ialah sebanyak 9 responden dengan persentase sebesar 75%, pendapatan sedang/normal (Rp 7,631,902-Rp 18,465,236) yaitu sebanyak 2 responden dengan persentase sebesar 17%, dan pendapatan tinggi sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 8%. Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa dari keduabelas responden kami, pada musim timur ini rata-rata berpendapatan rendah yaitu dkurang dari Rp 7,631,902.
Gambar di atas menunjukkan grafik hasil tangkap pancing ikan dasar pada musim timur. Pada gambar di atas, menunjukkan tinggi atau rendahnya hasil pendapatan nelayan tersebut pada musim timur. Pendapatan yang rendah adalah pendapatan dibawah Rp 33,555,795, Pendapatan yang sedang (normal) yaitu antara Rp 33,555,795- Rp 69,555,795, dan pendapatan yang tinggi yaitu di atas Rp 69,555,795,. Penjelasan lebih lanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Tangkap Jaring Pada Musim Timur
Hasil tangkap Jaring (Rp)
n
%
Rendah (<33,555,795)
11
92
Sedang 33,555,795-69,555,795
0
0
Tinggi > 69,555,795
1
8
Total
12
100
Berdasarkan tabel di atas, banyaknya nelayan (responden) yang mendapat penghasilan rendah (<33,555,795) pada musim timur ini ialah sebanyak 11 responden dengan persentase sebesar 92%, pendapatan sedang/normal (Rp 33,555,795- Rp 69,555,795) yaitu sebanyak 0 responden dengan persentase sebesar 0%, dan pendapatan tinggi (> 69,555,795) sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 8%. Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa dari keduabelas responden kami, pada musim timur ini, untuk hasil tangkap jaring rata-rata berpendapatan rendah yaitu kurang dari Rp 33,555,795 dengan jumlah responden sebanyak 11 orang.
Gambar di atas menunjukkan grafik hasil tangkap pancing ikan dasar pada musim barat. Pada gambar di atas, menunjukkan tinggi atau rendahnya hasil pendapatan nelayan tersebut pada musim barat. Pendapatan yang rendah adalah pendapatan dibawah Rp 922,714, Pendapatan yang sedang (normal) yaitu antara Rp 922,714-3,776,714, dan pendapatan yang tinggi yaitu di atas Rp 3,776,714,. Penjelasan lebih lanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.7.



Tabel 4.7 Hasil Tangkap Ikan Pancing Dasar Musim Barat
Hasil tangkap Ikan Pancing Dasar (Rp)
n
%
Rendah (<922,714)
8
67
Sedang 922,714-3,776,714
2
17
Tinggi>3,776,714
2
17
Total
12
100
Berdasarkan tabel di atas, banyaknya nelayan (responden) yang mendapat penghasilan rendah (<922,714) pada musim barat ini ialah sebanyak 8 responden dengan persentase sebesar 67%, pendapatan sedang/normal (Rp 922,714- Rp3,776,714) yaitu sebanyak 2 responden dengan persentase sebesar 17%, dan pendapatan tinggi (>3,776,714) sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 17%. Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa dari keduabelas responden kami, pada musim barat ini, untuk hasil tangkap pancing dasar rata-rata berpendapatan rendah yaitu kurang dari Rp 922,714 dengan jumlah responden sebanyak 8 orang. Berbeda dengan pada musim timur, walaupun sama berpendapatan rendah, tetapi, pada musim barat ini pendapatannya di bawah Rp 1,000,000.
Gambar di atas menunjukkan grafik hasil tangkap jaring pada musim barat. Pada gambar di atas, menunjukkan tinggi atau rendahnya hasil pendapatan nelayan tersebut pada musim barat. Pendapatan yang rendah adalah pendapatan dibawah Rp 13,444,523, Pendapatan yang sedang (normal) yaitu antara Rp 13,444,523- Rp 43,444,523, dan pendapatan yang tinggi yaitu di atas Rp 43,444,523. Penjelasan lebih lanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.8. Berbeda dengan musim timur, pada musim barat ini biasanya banyak faktor yang menghambat nelayan untuk melaut yang menyebabkan pendapatan mereka rendah, salah satunya adalah faktor cuaca.
Tabel 4.8 Hasil Tangkap Jaring Pada Musim Barat
Hasil tangkap Jaring (Musim Barat) (Rp)
n
%
Rendah (<13,444,523)
9
75
Sedang 13,444,523-43,444,523
2
17
Tinggi > 43,444,523
1
8
Total
12
100
Berdasarkan tabel di atas, banyaknya nelayan (responden) yang mendapat penghasilan rendah (<13,444,523) pada musim barat ini ialah sebanyak 9 responden dengan persentase sebesar 75%, pendapatan sedang/normal (Rp 13,444,523-43,444,523) yaitu sebanyak 2 responden dengan persentase sebesar 17%, dan pendapatan tinggi (>43,444,523) sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 8%. Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa dari keduabelas responden kami, pada musim barat ini, untuk hasil tangkap jaring rata-rata berpendapatan rendah yaitu kurang dari Rp 13,444,523 dengan jumlah responden sebanyak 9 orang.
Gambar di atas menunjukkan grafik pengeluaran pangan responden. Berdasarkan hasil analisis data kami, terdapat tiga kategori yang menjadi indicator pengeluaran pangan reponden dari yang rendah hingga yang tinggi. Dikatakan pengeluaran pangan rendah jika total pengeluarannya di bawah Rp 8,650,247, pengeluaran sedang ketika pengeluarannya berada pada sekitar Rp 8,650,247-Rp 49,105,753, dan pengeluaran tinggi adalah pengeluaran pangan yang berada di atas Rp 49,105,753. Grafik di atas juga berisi persentase total pengeluaran pangan dan jumlah responden (N).
Tabel 4.9 Total Pengeluaran Pangan Responden
Total Pengeluaran Pangan Responden (Rp)
n
%
Rendah (< 8,650,247)
0
0
Sedang 8,650,247-49,105,753
12
100
Tinggi > 49,105,753
0
0
Total
9
100
Berdasarkan tabel di atas, banyaknya responden yang total pengeluaran pangannya rendah adalah sebanyak 0 orang, persentase 0%, total pengeluaran sedang sebanyak 12 orang, dengan persentasi sebesar 100%, dan berpengeluaran pangan tinggi sebesar 0 orang dengan persentase sebesar 0%. Jumlah responden kami adalah 12 orang. Dengan hasil analisis ini, dapat dipastikan bahwa rata-rata nelayan yang menjadi responden kami untuk pangan pengeluarannya berada dalam kategori sedang yaitu sekitar Rp 8,650,247- Rp 49,105,753.
Gambar di atas menunjukan total pengeluaran untuk sosial/adat/agama. Grafik di atas berisi kategori pengeluaran untuk sosial/adat/agama yang terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu rendah (<Rp 107,844), sedang (Rp  107,844-Rp 2,310,678), dan tinggi (> Rp 2,310,678).
Tabel 4.10 Total Pengeluaran Untuk Sosial/Adat/Agama
Pengeluaran Untuk Sosial/Adat/Agama (Rp)
n
%
Rendah (<107,844)
2
17
Sedang 107,844-2,310,678
8
67
Tinggi >2,310,678
2
17
Total
12
100
Berdasarkan tabel di atas, banyaknya responden yang total pengeluaran Sosial/Adat/Agama rendah adalah sebanyak 2 orang, persentase 17%, total pengeluaran sedang sebanyak 8 orang, dengan persentasi sebesar 67%, dan berpengeluaran tinggi sebesar 2 orang dengan persentase sebesar 17%. Jumlah responden kami adalah 12 orang dengan total persentase sebesar 100%. Dengan hasil analisis ini, dapat dipastikan bahwa rata-rata nelayan yang menjadi responden kami untuk Sosial/Adat/Agama pengeluarannya berada dalam kategori sedang yaitu sekitar Rp 107,844- Rp 2,310,678 dengan jumlah responden sebanyak 8 orang dengan persentase sebesar 67%. Pada pengeluaran ini, jumlah terbesar yang biasanya responden kami berikan lebih besar untuk acara perkawinan daripada untuk kematian.
            Grafik di atas menunjukkan hutang rumah tangga nelayan responden kami di kelurahan talia. Jumlah responden kami sebanyak 12 orang. Pada grafik di atas, yang menjadi indikator penilaian tinggi atau rendahnya hutang rumah tangga suatu responden terbagi ke dalam tiga kategori yaitu rendah dengan jumlah hutang berada di bawah Rp 6,618,081, dikatakan sedang jika jumlah hutang rumah tangga berada diantara Rp 6,618,081-Rp 23,897,081, dikatakan tinggi jika jumlah hutang rumah tangga berada di atas Rp 23,897,081.
Tabel 4.11 Hutang Rumah Tangga
Hutang Rumah tangga (Rp)
n
%
Rendah (< 6,618,081)
8
67
Sedang 6,618,081-23,897,081
2
17
Tinggi >23,897,081
2
17
Total
12
100

Berdasarkan tabel di atas, banyaknya  rumah tangga yang mempunyai hutang rumah tangga rendah adalah sebanyak 8 orang dengan persentase sebesar 67%, banyaknya  rumah tangga yang mempunyai hutang rumah tangga sedang adalah sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 17%, banyaknya  rumah tangga yang mempunyai hutang rumah tangga tinggi adalah sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 17%. Berdasarkan hasil analisis data kami, dari kedua belas responden kami, hutang rumah tangga yang mendominasi adalah hutang rumah tangga yang berada dalam kategori rendah dengan jumlah rumah tangga sebanyak 8, dengan persentase sebesar 67%.

Grafik di atas menunjukkan total pengeluaran rumah tangga untuk pakaian selama setahun. Pada grafik di atas terdapat angka 1, 2, dan 3. Angka 1 menunjukkan pengeluaran rendah dengan jumlah pengeluaran berada di bawah Rp 358,689, untuk jumlah pengeluaran sedang berada diantara Rp 358,689-Rp 17,158,689, dan untuk jumlah pengeluaran tinggi berada di atas Rp 17,158,689.
Tabel 4.12 Pengeluaran untuk Pakaian
Pengeluaran Pakaian (Rp)
n
%
Rendah (< 358,689)
1
8
Sedang 358,689-17,158,689
9
75
Tinggi >17,158,689
2
17
Total
12
100
Berdasarkan tabel di atas, banyaknya  rumah tangga yang mempunyai pengeluaran untuk pakaian kategori rendah adalah sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 8%, banyaknya  rumah tangga yang mempunyai pengeluaran untuk pakaian kategori sedang adalah sebanyak 9 orang dengan persentase sebesar 75%, banyaknya  rumah tangga yang mempunyai pengeluaran untuk pakaian kategori tinggi adalah sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 17%.
Berdasarkan hasil analisis data kami, dari kedua belas responden kami, kategori pengeluaran rumah tangga untuk pakaian yang mendominasi adalah pengeluaran rumah tangga untuk pakaian kategori sedang yang berkisar antara Rp 358,689-17,158,689, dengan jumlah rumah tangga terbanyak yaitu 9 rumah tangga dengan persentase sebesar 75%.




















BAB V
PENUTUP

5.1    Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara kami yang dilakukan di Kelurahan Talia, Kecamatan Abeli, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 19 Desember 2018-23 Desember 2018, dengan mengambil sampel sebanyak 12 orang responden yang berprofesi sebagai nelayan, banyak informasi yang kami dapatkan mulai dari profil rumahtangga mereka, struktur nafkah, sumber pendapatan, pengeluaran rumah tangga mereka, dan lain sebagainya. Dari hasil wawancara itulah, kami dapat menyimpulkan bahwa nelayan terbagi ke dalam beberpa kategori, yaitu nelayan buruh (sawi, nelayan pemilik (punggawa, nelayan mandiri, papalele, dan lain-lain. Setiap rumah tangga nelayan tersebut mempunyai tanggungan, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga yang berbeda-beda. Contohnya pendapatan dalam bidang perikanan, hasil tangkapan ikan pada musim timur dan musim barat berbeda dan harga jual ikannya pun berbeda tergantung dengan musimnya.
Dari hasil analisis data, kami menemukan bahwa pendapatan pada musim timur dan musim barat berbeda, hal ini disebabkan oleh fakor cuaca yang buruk sehingga tidak memungkinkan para neayan turun melaut, yang menyebabkan pendapatan mereka rendah. Pendapatan mereka rendah terkadang mengharuskan mereka untuk mengutang demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
5.2  Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya para mahasiswa agar kiranya laporan ini dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Laporan ini akan lebih baik lagi jika bisa dikembangkan, oleh karena itu penulis mengharapkan para pembaca atau peneliti bisa mengembangkan laporan ini agar bisa lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA
Alpharesy, A, M, Zuzy A, Ayi Y.2012. Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Nelayan Buruh di Wilayah Pesisir Kampak Kabupaten Bangka Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(1) : 11-16
Dien C., Kotambunan O. & Watung N., (2013). Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa Lopana Kecamatan Amurang Timur Propinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah PS. Agrobisnis Perikanan UNSRAT, 2(1): 9-12.
Forgomeli, F. 2014. Interaksi Kelompok Nelayan dalam Meningkatkan Taraf Hidup di Desa Tewil Kecamatan Sanggali Kabupaten Maba. Jurnal Acta Diurna, 3(3)
Gumilar, dkk. (2012). Analisis Pendapatan Nelayan Tradisional Pancing Ulur di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(3): 107-116.
Naim, Arman. (2011). Analisis Karakteristik Transformasi Industri Penangkapan Dalam Komunitas Masyarakat Nelayan (Studi Kasus Masyarakat Nelayan Di Desa Panambuang Kab. Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara). Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate), 2(4): 22-37.
Nelayan. (2014). Klasifikasi Jenis Nelayan. (Online) (http://mukhtar-api.blogspot.com/2014/07/klasifikasi-jenis-nelayan.html, diakses 26 Desember 2018).
Risyana, E., (2015). Jenis-Jenis Klasifikasi Perikanan Tangkap, (Online), (https://www-peternakan-info.blogspot.com/2015/11/jenis-jenis-klasifikasi-perikanan.html, 26 Desember 2018).
Sufirudin. 2016. Hubungan Patron Klien Diantara Masyarakat Nelayan di Desa Kangkunawe Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Holistik, 9(174) : 123-125
Ulfa, Mariam. (2018). Persepsi Masyarakat Nelayan dalam Menghadapi Perubahan Iklim (Ditinjau Dalam Aspek Sosial Ekonomi). Jurnal Pendidikan Geografi, 1(1): 41-49.
Wikipedia. (2018). Perikanan Tangkap, (Online), (https://id.wikipedia.org/wiki/Perikanan_tangkap, diakses 26 Desember 2018).
Zuriat. (2016). Analisis Pendapatan Nelayan Pada Kapal Motor 5-10 Gt Di kabupaten Aceh Barat Daya. Jurnal Perikanan Tropis, 1(3): 85-94.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar