PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kelurahan Talia pada awalnya hanya
merupakan suatu lingkungan di Desa Talia. Seiring dengan perkembangan wilayah,
maka pada tahun 1955 lingkungan Talia resmi menjadi Desa Talia. Semenjak tahun
1981 status Desa resmi menjadi Kelurahan. Hal ini disebabkan kerja keras
pemerintah dan masyarakat dari tahun ke tahun yang semakin membenahi dirinya
dan bertambahnya jumlah penduduk di Desa Talia, sehingga berdasarkan permohonan
dan kehendak rakyat Talia terwujud menjadi satu Kelurahan dalam kota
administratif Kendari yakni Kelurahan Talia.
Penamaan Kelurahan ini diambil dari kata Tetalia yang
berarti lewatan atau sebrangan. Hal ini sejalan dengan kondisi geografis
daerahnya yang penuh dengan lembah, laut dan bebatuan sehingga tak jarang
pengunjung yang datang di kelurahan ini merasakan betapa susahnya untuk
menjangkau daerah ini. Tapi sekarang tidak lagi, seiring dengan era
pengembangan dan pembangunan di kawasan kota kendari, maka kelurahan Talia pun
ikut berpartisipasi. Tentunya kerjasama antara elemen masyarakat setempat dan
pemerintah kelurahan yang begitu falid, ditambah perhatian dari pemerintah kota
sehingga banyak program-program bantuan dan perbaikan infrastruktur jalan.
Akhirnya kelurahan ini tidak terisolir lagi.
Kelurahan Talia merupakan salah satu kelurahan yang terletak
dalam wilayah Kecamatan Abeli, dengan luas wilayah kurang lebih 275 Ha. Yang
secara geografis terletak di pesisir laut dengan jarak kurang lebih 3 Km dari
Kecamatan Abeli, sedangkan dari ibu kota Kendari kurang lebih 18 Km.
Secara administratif, Kelurahan Talia memiliki batas wilayah
sebagai berikut :
·
Sebelah
Utara berbatasan dengan Teluk Kendari
·
Sebelah
Selatan berbatasan dengan Kelurahan Anggalomelai
·
Sebelah
Barat berbatasan dengan Kelurahan Poasia
·
Sebelah
Timur berbatasan dengan Kelurahan Petoaha
Penduduk Kelurahan talia terdiri atas suku Bugis, Bajo,
Tolaki dan Jawa dengan mengguanakan bahasa daerah dan Bahasa Indonesia.
Meskipun demikian, dalam pergaulan sehari-hari mereka tetap akrab tanpa
memandang dari mana asal sukunya. Jumlah penduduknya sebesar 2.427 jiwa dengan
persentase 680 jiwa laki-laki dan perempuan 747 jiwa, dengan 351 KK.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
profil rumah tangga nelayan kelurahan talia ?
2. Bagaimana
struktur nafkah rumah tangga nelayan kelurahan talia ?
3. Bagaimana
pengeluaran rumah tangga nelayan kelurahan talia ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui profil rumah tangga
nelayan kelurahan talia ?
2.
Untuk mengetahui struktur nafkah rumah
tangga nelayan kelurahan talia ?
3.
Untuk mengetahui pengeluaran rumah
tangga nelayan kelurahan talia ?
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi
Nelayan
Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya
bekerja menangkap ikan
atau biota
lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan.
Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar,
payau
maupun laut
(Wikipedia, 2017).
Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan (UU NO.45/2009 - Perikanan). Orang yang melakukan
pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam
perahu atau kapal motor, mengangkut ikan dari perahu atau kapal motor, tidak
dikategorikan sebagai nelayan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002)
Menurut Imron dalam Sugianto (2017) Nelayan adalah
suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil
laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada
umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat
dengan lokasi kegiatannya.
Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 Tentang Revisi
Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 1 angka 10
mendefinisikan Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan
penangkapan ikan. Sedangkan nelayan kecil (pasal 1 angka 11 UU No. 45 Tahun
2009, menyebutkan bahwa nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang
menggunakan kapal perikanan paling besar berukuran 5GT (gross ton).
Yustiati (2012) mendefinisikan nelayan sebagai orang
yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi menangkap ikan (binatang
air lainnya, tanaman air). Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat
jaring, menyangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu/kapal tidak
dikategorikan sebagai nelayan, walaupun mereka tidak secara langsung melakukan
penangkapan.
Secara geografis masyarakat nelayan adalah masyarakat
yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan
transisi antara wilayah darat dan laut (Fanesa 2014). Nelayan adalah suatu
kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik
dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada umumnya
tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi
kegiatannya (Anna 2012).
B.
Klasifikasi Jenis Nelayan
1.
Klasifikasi
Nelayan Menurut Statistik Perikanan KKP:
Ø Nelayan penuh: nelayan tipe ini
hanya memiliki satu mata pencaharian, yaitu sebagai nelayan. Hanya
menggantungkan hidupnya dengan profesi kerjanya sebagai nelayan dan tidak
memiliki pekerjaan dan keaahllian selain menjadi seorang nelayan.
Ø Nelayan sambilan utama: nelayan tipe
ini mereka menjadikan nelayan sebagai profesi utama tetapi memiliki pekerjaan
lainnya untuk tambahan penghasilan. Apabila sebagian besar pendapatan seseorang
berasal dari kegiatan penangkapan ikan ia disebut sebagai nelayan. (mubyarto,
2002:18).
Ø Nelayan sambilan tambahan: nelayan
tipe ini biasanya memiliki pekerjaan lain sebagai sumber penghasilan, sedangkan
pekerjaan sebagai nelayan hanya untuk tambahan penghasilan.
2.
Klasifikasi
Kelompok Nelayan Berdasar Kepemilikan Sarana Penangkapan Ikan (UU Bagi Hasil
Perikanan):
Ø Nelayan penggarap: nelayan penggarap
adalah orang yang sebagai kesatuan menyediakan tenaganya turut serta dalam
usaha penangkapan ikan laut, bekerja dengan sarana penangkapan ikan milik orang
lain.
Ø Juragan/pemilik: orang atau badan
hukum yang dengan hak apapun berkuasa/memiliki atas sesuatu kapal/perahu dan
alat-alat penangkapan ikan yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan, yang
dioperasikan oleh orang lain. Jika pemilik tidak melaut maka disebut
juragan/pengusaha. Jika pemilik sekaligus bekerja melaut menangkap ikan maka
dapat disebut sebagai nelayan yang sekaligus pemilik kapal.
3.
Klasifikasi
Nelayan Berdasar Kelompok Kerja
Ø Nelayan perorangan: nelayan yang
memiliki peralatan tangkap ikan sendiri, dalam pengoprasiannya tidak melibatkan
orang lain.
Ø Nelayan kelompok usaha bersama
(KUB): adalah gabungan dari minimal 10 (sepuluh) orang nelayan yang kegiatan
usahanya terorganisir tergabung dalam kelompok usaha bersama non-badan hukum.
Ø Nelayan perusahaan: adalah nelayan
pekerja atau pelaut perikanan yang terikat dengan perjanjian kerja laut (PKL)
dengan badan usaha perikanan.
4.
Klasifikasi
Nelayan Berdasar Jenis Perairan
Ø Nelayan laut adalah nelayan yang
menangkap ikan pada perairan laut.
a)
Nelayan
pantai (teritory fishers) adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan laut
teritorial.
b)
Nelayan
lepas pantai (zee fishers) adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan
laut lepas pantai (zee)
c)
Nelayan
laut lepas (high seas fishers) adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan
laut lepas(high seas)
Ø Nelayan perairan umum pedalaman
(PUD) adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan umum pedalaman (PUD)
5.
Klasifikasi
Nelayan Berdasar UU Perikanan
Ø Nelayan: nelayan adalah orang yang
mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. (sumber: pasal 1 angka 10 uu
nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 2004
tentang perikanan).
Ø Nelayan kecil: nelayan kecil adalah
orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling
besar 5 (lima) gross ton (gt) (sumber: pasal 1 angka 11 uu nomor 45 tahun 2009
tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan).
6.
Klasifikasi
Nelayan Berdasar Mata Pencaharian
Ø Nelayan subsisten (subsistence
fishers): adalah nelayan yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan
sendiri.
Ø Nelayan asli
(native/indigenous/aboriginal fishers): adalah nelayan yang sedikit banyak
memiliki karakter yang sama dengan kelompok pertama, namun memiliki juga hak
untuk melakukan aktivitas secara komersial walaupun dalam skala yang sangat
kecil.
Ø Nelayan komersial (commercial
fishers): adalah nelayan yang menangkap ikan untuk tujuan komersial atau
dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor.
Ø Nelayan rekreasi (recreational/sport
fishers): adalah orang-orang yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan
ikan hanya sekedar untuk kesenangan atau berolahraga (Widodo, 2006).
7.
Klasifikasi
Nelayan Berdasar Teknologi
Ø Nelayan tradisional: nelayan
tradisional mengunakan teknologi penangkapan yang sederhana, umumnya peralatan
penangkapan ikan dioperasikan secara manual dengan tenaga manusia. Kemampuan
jelajah operasional terbatas pada perairan pantai.
Ø Nelayan modern: nelayan modern
mengunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan
tradisional. Ukuran modernitas bukan semata-mata karena pengunaan motor untuk
mengerakkan perahu, melainkan juga besar kecilnya motor yang digunakan serta
tingkat eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan. Perbedaan modernitas
teknologi alat tangkap juga akan berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional
mereka (Imron, 2003).
8.
Klasifikasi
Nelayan Berdasar Mobilitas
Ø Nelayan lokal: nelayan yang
beroperasi menangkap ikan sesuai perairan wpp dalam ijin yang dikeluarkan oleh
otoritas pemerintah daerah setempat.
Ø Nelayan andon: nelayan dengan kapal
berukuran maksimal 30 (tiga puluh) gross tonage yang beroperasi menangkap ikan
mengikuti ruaya kembara ikan di perairan otoritas teritorial dengan legalitas
ijin antar pemerintah daerah.
9.
Klasifikasi
Nelayan Berdasar Status Kewarganegaraan
Ø Nelayan Indonesia: nelayan yang
berasal dari kewarganegaraan indonesia yang terdaftar dalam database nasional
dan memiliki identitas kartu nelayan indonesia (kni).
Ø Nelayan asing: nelayan yang berasal
dari kewarganegaraan negara lain yang terdaftar dalam database nasional
indonesia dan memiliki identitas kartu nelayan asing (kna) di indonesia.
10.
Klasifikasi
Nelayan Berdasar Daftar Identitas
Ø Nelayan beridentitas: nelayan yang
terdaftar dalam database nasional indonesia dan memiliki identitas kartu
nelayan indonesia.
Ø Nelayan tanpa identitas: nelayan
yang tidak terdaftar dalam database nasional indonesia dan tidak memiliki
identitas kartu nelayan indonesia.
11.
Klasifikasi Nelayan Berdasar Gender
Ø Wanita nelayan: adalah istri dari
nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (KUB), pihak yang secara
langsung terlibat dalam kondisi dari aktivitas penunjang kegiatan produksi ikan
nelayan. Wanita nelayan umumnya berperan membantu mendistribusikan hasil laut
dari suami atau keluarganya dengan cara mengolah ikan atau menjualnya kepasar.
Ø Taruna (putra-putri) nelayan: adalah
putra-putri dari nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (KUB),
pihak yang secara tidak langsung menunjang kegiatan produksi penangkapan
nelayan. Kegiatan berupa pelestarian lingkungan sumberdaya ikan berupa
mangrove, padang lamun, terumbu karang, bersih pantai dan sungai.
C.
Definisi Perikanan Tangkap
Penangkapan Ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk
memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat
atau cara apapun, termasuk kegiatan yangmenggunakan kapal untuk memuat,
mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya (Risyana,
2015).
Perikanan tangkap,
berbeda dengan perikanan budi daya, adalah usaha penangkapan
ikan dan organisme air lainnya di alam liar (laut, sungai,
danau,
dan badan air lainnya). Kehidupan organisme air di alam liar dan
faktor-faktornya (biotik dan abiotik) tidak dikendalikan secara sengaja oleh
manusia. Perikanan tangkap sebagian besar dilakukan di laut, terutama di
sekitar pantai
dan landasan kontinen
(Wikipedia, 2018).
D.
Klasifikasi Perikanan Tangkap
a. Klasifikasi
Perikanan Tangkap Berdasarkan lokasi:
Ø Laut: Perikanan pantai,
Perikanan lepas pantai, Perikanan samudera
Ø Perairan umum: Danau, waduk, Sungai
b. Klasifikasi
Perikanan Tangkap Berdasarkan habitat:
Ø Perikanan demersal
Ø Perikanan pelagis
Ø Perikanan karang
c. Klasifikasi
Perikanan Tangkap Berdasarkan spesies target :
Ø Perikanan tuna
Ø Perikanan cakalang
Ø Perikanan udang
Ø dsb
d. Klasifikasi
Perikanan Tangkap Berdasarkan alat tangkap:
Ø Perikanan purse seine
Ø Perikanan gillnet
Ø Perikanan pole and line
Ø dsb
Perikanan tangkap juga ada di danau dan sungai.
Masalah yang mengemuka di dalam perikanan tangkap adalah penangkapan ikan berlebih dan polusi laut. Sejumlah
spesies mengalami penurunan populasi dalam jumlah yang signifikan dan berada
dalam ancaman punah. Hal ini mengakibatkan jumlah tangkapan ikan di alam liar
dapat mengalami penurunan secara umum (Wikipedia, 2018).
Berlawanan dengan perikanan tangkap, perikanan budi daya
dioperasikan di daratan menggunakan kolam air atau tangki, dan di badan air
yang terpagari sehingga organisme air yang dipelihara tidak lepas ke alam liar.
Budi daya perikanan meniru sistem yang terdapat di alam untuk membiakan dan
membesarkan ikan. Meski perikanan budi daya terus berkembang, namun sumber ikan
utama yang dikonsumsi manusia masih didapatkan dari perikanan tangkap, bahkan
sumber protein utama yang didapatkan dari alam liar (Arman, 2011).
Pendapatan nelayan merupakan bagian pendapatan yang
diperoleh dari bagi hasil dengan pemilkik kapal. Besar kecilnya pendapatan
nelayan ditentukan oleh hasil produksi tangkapan ikan dan trip (Zuriat, 2016).
Menurut Marjono (2017) masyarakat nelayan dapat di
bagi menjadi tiga jika dilihat dari segi kepemilikan modal, yaitu:
1
Nelayan juragan, nelayan ini merupakan nelayan pemilik
perahu dan alat penangkapan ikan yang mampu mengubah para nelayan pekerja
sebagai pembantu dalam usahanya menangkap ikan di laut. Nelayan ini memiliki
tanah yang digarap pada musim paceklik. Nelayan juragan ada tiga macam yaitu
nelayan juragan laut, nelayan juragan darat yang mengendalikan usahanya dari
darat, dan orang yang memiliki perahu, alat penangkap ikan dan uang tetapi
bukan nelayan asli yang disebut tauke (toke)
atau cakong.
2
Nelayan pekerja, nelayan yang tidak memiliki alat
produksi dan modal, tetapi memiliki tenaga yang dijual kepada nelayan juragan
untuk membantu menjalankan usaha penangkapan ikan di laut, nelayan ini disebut
juga nelayan penggarap atau sawi (awak
perahu nelayan). Juragan dalam hal ini berkewajiban menyediakan bahan makanan
dan bahan bakar untuk keperluan operasi penangkapan ikan, dan bahan makanan
untuk dapur keluarga yang ditinggalkan selama berlayar. Hasil tangkapan di laut
dibagi menurut peraturan tertentu berbeda-beda antara juragan yang lainnya
setelah dikurangi biaya produksi
3
Nelayan pemilik, merupakan nelayan yang kurang mampu.
Nelayan ini hanya mempunyai perahu kecil untuk keperluan dirinya sendiri dan
alat penangkapan ikan sederhana, karena itu disebut juganelayan perorangan atau
nelayan miskin. Nelayan ini tidak memiliki tanah untuk digarap pada musim
paceklik.
Alpharesy (2012) mengatakan komunitas nelayan adalah
kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa-desa
pantai atau pesisir. Ciri-ciri komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai
segi sebagai berikut:
1. Dari
segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang segala aktivitasnya berkaitan
dengan lingkungan laut dan pesisir atau mereka yang menjadikan perikanan
sebagai mata pencaharian mereka.
2. Dari
segi cara hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong
menolong terasa sangat penting pada saat mengatasi keadaan yang menuntuk
pengeluaran biaya besar dan pengarahan tenaga kerja yang banyak, seperti saat
berlayar, membangun rumah atau tanggul penahan gelombang disekitar pantai.
3. Dari
segi keterampilan, meski pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada
umumnya mereka hanya memiliki keterampilan yang sederhana. Kebanyakan mereka
bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang diturunkan oleh orang tua, bukan
yang dipelajari secara profesional.
Berdasarkan
definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa nelayan adalah suatu komunitas
yang mana mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan, baik di laut, selat,
teluk, danau maupun sungai dengan menggunakan perahu atau kapal dan berburu
atau menggunakan perangkap. Mereka umumnya tinggal atau menetap di daerah
pesisir pantai dan membentuk suatu komunitas yang disebut dengan komunitas
nelayan. Mereka adalah orang-orang yang begitu gigih dan akrab dengan kehidupan
di laut yang sifatnya keras.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di
Kelurahan Talia, Kecamatan Abeli, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada Hari Rabu
Tanggal 19 Desember 2018 sampai Hari Minggu 23 Desember 2018.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu
motor. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kuesioner dan pulpen.
C. Teknik Pengumpulan Data
Data praktikum diambil dengan menggunakan teknik
wawancara. Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan
mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara/pengumpul data kepada
responden, selanjutnya jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam. Karena
memiliki karakterisitik yang relatif sama, maka untuk pengambilan data sampel
dari populasi yang ada di Kelurahan Talia diambil 12 orang responden secara
acak.
D. Analisis Data
Pada
hasil pengambilan data praktikum, dianalisis menggunakan analisis deskriptif
untuk melihat keadaan umum masyarakat nelayan dilihat dari aspek sosial dan
aspek ekonomi seperti pendidikan, perumahan, modal usaha, sistem hasil dan
pendapatan yang ada di kelurahan Talia, kecamatan Abeli, kota Kendari dan
disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil
dan Pembahasan
Pada gambar 1 di atas, dapat diketahui bahwa angka 1
menunjukkan usia belum produktif (<26 tahun), angka 2 menunjukkan usia
produktif (26-50 tahun), angka 3 menunjukkan usia tidak produktif (>50
tahun), n menunjukkan banyaknya jumlah responden yang berumur <26 tahun,
26-50 tahun dan >50 tahun, sedangkan % menunjukkan persentase dari banyaknya
responden yang berusia belum produktif, produktif dan tidak produktif. Pada
diagram di atas pula, dapat dilihat bahwa persentase tertinggi ada pada diagram
batang nomor dua yang menunjukkan usia produktif 26-50 tahun dengan persentase
terbesar yaitu 75%.
Tabel 4.1 Usia Responden
Usia Responden
|
N
|
%
|
Belum
Produktif <26
|
1
|
8
|
Produktif
26-50
|
9
|
75
|
tidak
produktif >50
|
2
|
17
|
TOTAL
|
12
|
100
|
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa hasil
usia responden terbagi ke dalam tiga bagian yaitu usia belum produktif dengan
batasan usia kurang dari 26 tahun, usia produktif dengan batasan usia 26-50
tahun, dan tidak produktif dengan batasan usia 50 tahun ke atas (>50). Pada
hasil analisis data keduabelas responden kami, kami menemukan bahwa responden
yang belum termasuk dalam kategori usia produktif atau usia dibawah 26 tahun
sebanyak satu orang dengan presentase nilai sebesar 8%. Responden yang berusia produktif (26-50
tahun) sebanyak sembilan orang dengan presentase nilai sebesar 75%, dan
responden yang berusia tidak produktif (>50 tahun) sebanyak 2 orang dengan
presentase 17%.
Gambar
di atas menunjukkan perbandingan jenis kelamin responden beserta
persentasenya. Warna biru menunjukkan
jenis kelamin responden laki-laki dan yang berwarna orange kecoklatan
menunjukkan jenis kelamin responden perempuan. N menunjukkan jumlah responden
yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, % menunjukkan persentase jumlah
responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, Pada diagram di atas pula
dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak ialah responden laki-laki dengan
jumlah 12 orang, persentase sebesar 100%. Dalam hal ini, berdasarkan wawancara
yang telah kami lakukan, seluruh responden kami sebanyak 12 orang berjenis
kelamin laki-laki. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
Tabel
4.2.
Jenis
Kelamin
|
||
Jenis Kelamin
|
n
|
%
|
laki-laki
|
12
|
100
|
Perempuan
|
0
|
0
|
Total
|
12
|
100
|
Berdasarkan
gambar di atas, pendidikan responden tersebut terbagi ke dalam 5 tingkatan
yaitu, tidak tamat SD (1), tamat SD (2), SD (3), SLTP (4), dan SLTA (5). Dari
12 responden yang telah kami wawancarai, mereka mempunyai latar pendidikan yang
berbeda-beda. Pada gambar 3 ini, bisa dilihat bahwa diagram tertinggi terdapat
pada tingkatan SLTP dan SLTA dengan jumlah responden yang sama yaitu sebanyak 4
orang. Hal ini dengan jelas dapat
dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Pendidikan
Responden
Pendidikan
Responden
|
n
|
%
|
Tidak
tamat SD (1)
|
0
|
0
|
Tamat
SD (2)
|
1
|
8
|
SD
(3)
|
3
|
25
|
tamat
sltp (4)
|
4
|
33
|
tamat
slta (5)
|
4
|
33
|
Total
|
12
|
100
|
Berdasarkan
tabel di atas, dapat dilihat bahwa banyaknya responden yang tidak tamat SD
adalah 0 orang dengan persentase 0%, tamat SD sebanyak 1 orang dengan
persentase sebesar 8%, SD sebanyak 3 orang dengan persentase 25%, tamat SLTP
sebanyak 4 orang dengan persentase sebesar 33%, dan tamat SLTA sebanyak 4 orang
dengan persentase sebesar 33% pula. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa
reponden dengan pendidikan terakhir SLTP dan SLTA menduduki posisi yang
tertinggi dengan jumlah responden yang sama (seri).
Gambar di atas menjelaskan tentang jumlah tanggungan
masing-masing responden. indikator jumlah tanggungan masing-masing responden
dapat diketahui dengan melihat beberapa kriteria yang telah ada, yaitu besar
dengan jumlah tanggungan lebih dari 5 orang, sedang dengan jumlah tanggungan
antara 2-5 orang, dan kecil dengan jumlah tanggungan kurang dari 2 orang. Pada
gambar di atas pula, dapat diketahui bahwa diagram tertinggi terletak pada kriteria tanggungan sedang yaitu antara 2-5
orang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel
4.4 Jumlah Tanggungan Responden
Jumlah
Tanggungan
|
n
|
%
|
Besar
> 5
|
0
|
0
|
Sedang
2-5
|
11
|
92
|
Kecil<2
|
1
|
8
|
Total
|
12
|
100
|
Berdasarkan tabel di atas, jumlah tanggungan besar
(>5 orang) adalah 0 orang, jumlah tanggungan sedang (2-5 orang) diperoleh 11
responden dengan persentase sebesar 92%, sedangkan untuk tanggungan kecil
(<2 orang) sebanyak 1 responden, denganpersentase sebesar 8%. Hal ini menunjukkan, diantara kedua belas responden
kami, jumlah tanggungan yang mendominasi adalah tanggungan sedaang yaitu antara
2-5 orang yang menjadi tanggungan dalam sebuah rumah tangga nelayan.
Gambar
di atas menunjukkan grafik hasil tangkap pancing ikan dasar pada musim timur.
Pada gambar di atas, terdapat angka 1,2, dan 3 yang menunjukkan tinggi atau
rendahnya hasil pendapatan nelayan tersebut pada musim timur. Angka 1
menunjukkan pendapatan yang rendah yaitu dibawah Rp 7,631,902, angka 2
menunjukkan pendapatan yang sedang (normal) yaitu antara Rp 7,631,902- Rp
18,465,236, dan angka 3 menunjukkan pendapatan yang tinggi yaitu di atas Rp 18,
465,236. Penjelasan lebih lanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Hasil Tangkap Pancing
Ikan Dasar Pada Musim Timur
Hasil
tangkap Pancing Ikan dasar (Rp)
|
n
|
%
|
Rendah (<7,631,902)
|
9
|
75
|
Sedang
(7,631,902-18,465,236)
|
2
|
17
|
Tinggi
(> 18,465,236)
|
1
|
8
|
Total
|
12
|
100
|
Berdasarkan
tabel di atas, banyaknya nelayan (responden) yang mendapat penghasilan rendah
(<7,631,902) pada musim timur ini ialah sebanyak 9 responden dengan
persentase sebesar 75%, pendapatan sedang/normal (Rp 7,631,902-Rp 18,465,236)
yaitu sebanyak 2 responden dengan persentase sebesar 17%, dan pendapatan tinggi
sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 8%. Dari tabel di atas, dapat
disimpulkan bahwa dari keduabelas responden kami, pada musim timur ini
rata-rata berpendapatan rendah yaitu dkurang dari Rp 7,631,902.
Gambar
di atas menunjukkan grafik hasil tangkap pancing ikan dasar pada musim timur.
Pada gambar di atas, menunjukkan tinggi atau rendahnya hasil pendapatan nelayan
tersebut pada musim timur. Pendapatan yang rendah adalah pendapatan dibawah Rp
33,555,795, Pendapatan yang sedang (normal) yaitu antara Rp 33,555,795- Rp
69,555,795, dan pendapatan yang tinggi yaitu di atas Rp 69,555,795,. Penjelasan
lebih lanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Tangkap Jaring Pada
Musim Timur
Hasil
tangkap Jaring (Rp)
|
n
|
%
|
Rendah
(<33,555,795)
|
11
|
92
|
Sedang
33,555,795-69,555,795
|
0
|
0
|
Tinggi
> 69,555,795
|
1
|
8
|
Total
|
12
|
100
|
Berdasarkan
tabel di atas, banyaknya nelayan (responden) yang mendapat penghasilan rendah (<33,555,795)
pada musim timur ini ialah sebanyak 11 responden dengan persentase sebesar 92%,
pendapatan sedang/normal (Rp 33,555,795-
Rp 69,555,795) yaitu sebanyak 0 responden dengan persentase
sebesar 0%, dan pendapatan tinggi (> 69,555,795) sebanyak 1 orang dengan
persentase sebesar 8%. Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa dari
keduabelas responden kami, pada musim timur ini, untuk hasil tangkap jaring
rata-rata berpendapatan rendah yaitu kurang dari Rp 33,555,795
dengan jumlah responden sebanyak 11 orang.
Gambar
di atas menunjukkan grafik hasil tangkap pancing ikan dasar pada musim barat.
Pada gambar di atas, menunjukkan tinggi atau rendahnya hasil pendapatan nelayan
tersebut pada musim barat. Pendapatan yang rendah adalah pendapatan dibawah Rp
922,714, Pendapatan yang sedang (normal) yaitu antara Rp 922,714-3,776,714, dan
pendapatan yang tinggi yaitu di atas Rp 3,776,714,. Penjelasan lebih lanjutnya
dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Hasil Tangkap Ikan
Pancing Dasar Musim Barat
Hasil
tangkap Ikan Pancing Dasar (Rp)
|
n
|
%
|
Rendah
(<922,714)
|
8
|
67
|
Sedang
922,714-3,776,714
|
2
|
17
|
Tinggi>3,776,714
|
2
|
17
|
Total
|
12
|
100
|
Berdasarkan
tabel di atas, banyaknya nelayan (responden) yang mendapat penghasilan rendah (<922,714)
pada musim barat ini ialah sebanyak 8 responden dengan persentase sebesar 67%,
pendapatan sedang/normal (Rp 922,714-
Rp3,776,714) yaitu sebanyak 2 responden dengan persentase
sebesar 17%, dan pendapatan tinggi (>3,776,714) sebanyak 2 orang dengan
persentase sebesar 17%. Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa dari
keduabelas responden kami, pada musim barat ini, untuk hasil tangkap pancing
dasar rata-rata berpendapatan rendah yaitu kurang dari Rp 922,714 dengan
jumlah responden sebanyak 8 orang. Berbeda dengan pada musim timur, walaupun
sama berpendapatan rendah, tetapi, pada musim barat ini pendapatannya di bawah
Rp 1,000,000.
Gambar
di atas menunjukkan grafik hasil tangkap jaring pada musim barat. Pada gambar
di atas, menunjukkan tinggi atau rendahnya hasil pendapatan nelayan tersebut
pada musim barat. Pendapatan yang rendah adalah pendapatan dibawah Rp
13,444,523, Pendapatan yang sedang (normal) yaitu antara Rp 13,444,523- Rp
43,444,523, dan pendapatan yang tinggi yaitu di atas Rp 43,444,523. Penjelasan
lebih lanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.8. Berbeda dengan musim timur, pada
musim barat ini biasanya banyak faktor yang menghambat nelayan untuk melaut
yang menyebabkan pendapatan mereka rendah, salah satunya adalah faktor cuaca.
Tabel 4.8 Hasil Tangkap
Jaring Pada Musim Barat
Hasil
tangkap Jaring (Musim Barat) (Rp)
|
n
|
%
|
Rendah
(<13,444,523)
|
9
|
75
|
Sedang
13,444,523-43,444,523
|
2
|
17
|
Tinggi
> 43,444,523
|
1
|
8
|
Total
|
12
|
100
|
Berdasarkan
tabel di atas, banyaknya nelayan (responden) yang mendapat penghasilan rendah (<13,444,523)
pada musim barat ini ialah sebanyak 9 responden dengan persentase sebesar 75%,
pendapatan sedang/normal (Rp 13,444,523-43,444,523)
yaitu sebanyak 2 responden dengan persentase sebesar 17%, dan pendapatan tinggi
(>43,444,523) sebanyak
1 orang dengan persentase sebesar 8%. Dari tabel di atas, dapat disimpulkan
bahwa dari keduabelas responden kami, pada musim barat ini, untuk hasil tangkap
jaring rata-rata berpendapatan rendah yaitu kurang dari Rp 13,444,523 dengan
jumlah responden sebanyak 9 orang.
Gambar
di atas menunjukkan grafik pengeluaran pangan responden. Berdasarkan hasil
analisis data kami, terdapat tiga kategori yang menjadi indicator pengeluaran
pangan reponden dari yang rendah hingga yang tinggi. Dikatakan pengeluaran
pangan rendah jika total pengeluarannya di bawah Rp 8,650,247, pengeluaran
sedang ketika pengeluarannya berada pada sekitar Rp 8,650,247-Rp 49,105,753,
dan pengeluaran tinggi adalah pengeluaran pangan yang berada di atas Rp
49,105,753. Grafik di atas juga berisi persentase total pengeluaran pangan dan
jumlah responden (N).
Tabel
4.9 Total Pengeluaran Pangan Responden
Total
Pengeluaran Pangan Responden (Rp)
|
n
|
%
|
Rendah
(< 8,650,247)
|
0
|
0
|
Sedang
8,650,247-49,105,753
|
12
|
100
|
Tinggi
> 49,105,753
|
0
|
0
|
Total
|
9
|
100
|
Berdasarkan
tabel di atas, banyaknya responden yang total pengeluaran pangannya rendah
adalah sebanyak 0 orang, persentase 0%, total pengeluaran sedang sebanyak 12
orang, dengan persentasi sebesar 100%, dan berpengeluaran pangan tinggi sebesar
0 orang dengan persentase sebesar 0%. Jumlah responden kami adalah 12 orang.
Dengan hasil analisis ini, dapat dipastikan bahwa rata-rata nelayan yang
menjadi responden kami untuk pangan pengeluarannya berada dalam kategori sedang
yaitu sekitar Rp 8,650,247-
Rp 49,105,753.
Gambar
di atas menunjukan total pengeluaran untuk sosial/adat/agama. Grafik di atas
berisi kategori pengeluaran untuk sosial/adat/agama yang terbagi ke dalam tiga
kategori, yaitu rendah (<Rp 107,844), sedang (Rp 107,844-Rp 2,310,678), dan tinggi (> Rp
2,310,678).
Tabel 4.10 Total Pengeluaran Untuk
Sosial/Adat/Agama
Pengeluaran
Untuk Sosial/Adat/Agama (Rp)
|
n
|
%
|
Rendah
(<107,844)
|
2
|
17
|
Sedang
107,844-2,310,678
|
8
|
67
|
Tinggi
>2,310,678
|
2
|
17
|
Total
|
12
|
100
|
Berdasarkan
tabel di atas, banyaknya responden yang total pengeluaran Sosial/Adat/Agama
rendah adalah sebanyak 2 orang, persentase 17%, total pengeluaran sedang
sebanyak 8 orang, dengan persentasi sebesar 67%, dan berpengeluaran tinggi
sebesar 2 orang dengan persentase sebesar 17%. Jumlah responden kami adalah 12
orang dengan total persentase sebesar 100%. Dengan hasil analisis ini, dapat
dipastikan bahwa rata-rata nelayan yang menjadi responden kami untuk
Sosial/Adat/Agama pengeluarannya berada dalam kategori sedang yaitu sekitar Rp 107,844- Rp 2,310,678 dengan jumlah
responden sebanyak 8 orang dengan persentase sebesar 67%. Pada pengeluaran ini,
jumlah terbesar yang biasanya responden kami berikan lebih besar untuk acara
perkawinan daripada untuk kematian.
Grafik
di atas menunjukkan hutang rumah tangga nelayan responden kami di kelurahan
talia. Jumlah responden kami sebanyak 12 orang. Pada grafik di atas, yang
menjadi indikator penilaian tinggi atau rendahnya hutang rumah tangga suatu
responden terbagi ke dalam tiga kategori yaitu rendah dengan jumlah hutang
berada di bawah Rp 6,618,081, dikatakan sedang jika jumlah hutang rumah tangga
berada diantara Rp 6,618,081-Rp 23,897,081, dikatakan tinggi jika jumlah hutang
rumah tangga berada di atas Rp 23,897,081.
Tabel
4.11 Hutang Rumah Tangga
Hutang Rumah tangga (Rp)
|
n
|
%
|
Rendah (< 6,618,081)
|
8
|
67
|
Sedang 6,618,081-23,897,081
|
2
|
17
|
Tinggi >23,897,081
|
2
|
17
|
Total
|
12
|
100
|
Berdasarkan tabel di atas, banyaknya rumah tangga yang mempunyai hutang rumah
tangga rendah adalah sebanyak 8 orang dengan persentase sebesar 67%,
banyaknya rumah tangga yang mempunyai
hutang rumah tangga sedang adalah sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar
17%, banyaknya rumah tangga yang
mempunyai hutang rumah tangga tinggi adalah sebanyak 2 orang dengan persentase
sebesar 17%. Berdasarkan hasil analisis data kami, dari kedua belas responden
kami, hutang rumah tangga yang mendominasi adalah hutang rumah tangga yang
berada dalam kategori rendah dengan jumlah rumah tangga sebanyak 8, dengan
persentase sebesar 67%.
Grafik di atas menunjukkan total
pengeluaran rumah tangga untuk pakaian selama setahun. Pada grafik di atas
terdapat angka 1, 2, dan 3. Angka 1 menunjukkan pengeluaran rendah dengan
jumlah pengeluaran berada di bawah Rp 358,689, untuk jumlah pengeluaran sedang
berada diantara Rp 358,689-Rp
17,158,689, dan untuk jumlah pengeluaran tinggi berada di atas Rp 17,158,689.
Tabel 4.12 Pengeluaran
untuk Pakaian
Pengeluaran
Pakaian (Rp)
|
n
|
%
|
Rendah
(< 358,689)
|
1
|
8
|
Sedang
358,689-17,158,689
|
9
|
75
|
Tinggi
>17,158,689
|
2
|
17
|
Total
|
12
|
100
|
Berdasarkan tabel di atas, banyaknya rumah tangga yang mempunyai pengeluaran untuk
pakaian kategori rendah adalah sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 8%,
banyaknya rumah tangga yang mempunyai
pengeluaran untuk pakaian kategori sedang adalah sebanyak 9 orang dengan
persentase sebesar 75%, banyaknya rumah
tangga yang mempunyai pengeluaran untuk pakaian kategori tinggi adalah sebanyak
2 orang dengan persentase sebesar 17%.
Berdasarkan hasil
analisis data kami, dari kedua belas responden kami, kategori pengeluaran rumah
tangga untuk pakaian yang mendominasi adalah pengeluaran rumah tangga untuk
pakaian kategori sedang yang berkisar antara Rp 358,689-17,158,689, dengan jumlah rumah tangga terbanyak
yaitu 9 rumah tangga dengan persentase sebesar 75%.
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
wawancara kami yang dilakukan di Kelurahan Talia, Kecamatan Abeli, Kota
Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 19 Desember 2018-23 Desember
2018, dengan mengambil sampel sebanyak 12 orang responden yang berprofesi
sebagai nelayan, banyak informasi yang kami dapatkan mulai dari profil
rumahtangga mereka, struktur nafkah, sumber pendapatan, pengeluaran rumah
tangga mereka, dan lain sebagainya. Dari hasil wawancara itulah, kami dapat
menyimpulkan bahwa nelayan terbagi ke dalam beberpa kategori, yaitu nelayan
buruh (sawi, nelayan pemilik (punggawa, nelayan mandiri, papalele, dan
lain-lain. Setiap rumah tangga nelayan tersebut mempunyai tanggungan,
pendapatan dan pengeluaran rumah tangga yang berbeda-beda. Contohnya pendapatan
dalam bidang perikanan, hasil tangkapan ikan pada musim timur dan musim barat
berbeda dan harga jual ikannya pun berbeda tergantung dengan musimnya.
Dari hasil analisis
data, kami menemukan bahwa pendapatan pada musim timur dan musim barat berbeda,
hal ini disebabkan oleh fakor cuaca yang buruk sehingga tidak memungkinkan para
neayan turun melaut, yang menyebabkan pendapatan mereka rendah. Pendapatan
mereka rendah terkadang mengharuskan mereka untuk mengutang demi memenuhi
kebutuhan hidupnya.
5.2 Saran
Saran yang dapat
penulis berikan adalah semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya para mahasiswa agar kiranya laporan ini dapat dipergunakan dengan
sebaik-baiknya. Laporan ini akan lebih baik lagi jika bisa dikembangkan, oleh
karena itu penulis mengharapkan para pembaca atau peneliti bisa mengembangkan
laporan ini agar bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Alpharesy,
A, M, Zuzy A, Ayi Y.2012. Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga
Nelayan Buruh di Wilayah Pesisir Kampak Kabupaten Bangka Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(1) : 11-16
Dien C.,
Kotambunan O. & Watung N., (2013). Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa Lopana Kecamatan
Amurang Timur Propinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah PS. Agrobisnis
Perikanan UNSRAT, 2(1): 9-12.
Forgomeli,
F. 2014. Interaksi Kelompok Nelayan dalam Meningkatkan Taraf Hidup di Desa
Tewil Kecamatan Sanggali Kabupaten Maba. Jurnal
Acta Diurna, 3(3)
Gumilar, dkk. (2012). Analisis Pendapatan Nelayan Tradisional Pancing
Ulur di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(3): 107-116.
Naim,
Arman. (2011). Analisis Karakteristik Transformasi Industri Penangkapan Dalam Komunitas
Masyarakat Nelayan (Studi Kasus Masyarakat Nelayan Di Desa Panambuang Kab.
Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara). Jurnal Ilmiah agribisnis dan
Perikanan (agrikan UMMU-Ternate), 2(4): 22-37.
Nelayan. (2014).
Klasifikasi Jenis Nelayan. (Online) (http://mukhtar-api.blogspot.com/2014/07/klasifikasi-jenis-nelayan.html, diakses 26
Desember 2018).
Risyana, E.,
(2015). Jenis-Jenis Klasifikasi Perikanan
Tangkap, (Online), (https://www-peternakan-info.blogspot.com/2015/11/jenis-jenis-klasifikasi-perikanan.html, 26 Desember
2018).
Sufirudin.
2016. Hubungan Patron Klien Diantara Masyarakat Nelayan di Desa Kangkunawe
Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Holistik, 9(174) : 123-125
Ulfa, Mariam. (2018). Persepsi Masyarakat Nelayan dalam Menghadapi
Perubahan Iklim (Ditinjau Dalam Aspek Sosial Ekonomi). Jurnal Pendidikan Geografi, 1(1): 41-49.
Wikipedia.
(2018). Perikanan Tangkap, (Online), (https://id.wikipedia.org/wiki/Perikanan_tangkap, diakses 26
Desember 2018).
Zuriat. (2016). Analisis Pendapatan Nelayan Pada Kapal Motor 5-10 Gt Di
kabupaten Aceh Barat Daya. Jurnal Perikanan Tropis, 1(3): 85-94.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar